Metode Tarjih Imam Ibnu Hajar alHaitsami & Imam Romli
Diskursus Langgam Kontras Metode Tarjih Ibn Hajar al-Haitami dengan Imam Ramli
Meski magnum opus Ibn Hajr dan Imam Ramli bermuara pada turunan yang satu, pada banyak masalah Tuhfah al-Muhtaj dan Nihayah al-Muhtaj acap kali berbeda pendapat. Itu baru antara Tuhfah dan Nihayah. Tahu alasannya apa? Perbedaan metode tarjih adalah diantaranya.
Saya tidak berani menghakimi salah satu. Tapi yang pasti, data kontrasnya begini;
Bagi Ibn Hajr, jika terjadi perbedaan pendapat ulama terdahulu, maka metode pertama yang ia gunakan adalah men-tarjih pendapat yang paling belakangan. Walau pendapat yang lebih awal bahkan disebut bahwa itulah yang rajih.
Jika rekam waktu putusan pendapat-pendapat itu tidak diketahui, maka metode selajutnya adalah menelusuri pendapat mana yang pernah disebut rajih. Demikian kesaksian dalam Tuhfah al-Muhtaj, diantara metode tarjih Ibn Hajr.
Sebalik dengan Ibn Hajr, Imam Ramli menempatkan metode kedua Ibn Hajr pada posisi pertama; telusuri dulu mana pendapat yang pernah disebut kuat. Jika tidak ada, baru kemudian pakai metode dengan melihat yang paling terakhir. Begitu yang terekam Nihayah al-Muhtaj Ibn Ramli.
Demikian diantara langgam kontras metode tarjih Ibn Hajr dan Imam Ramli.
Bukan satu ulama yang tidak sepakat dengan Ibn Hajr dalam ini. Diantaranya, Syihab Ibn Qasim yang meninggalkan "kritikan" dalam hasyiyahbya terhadap Tuhfah al-Muhtaj. Menurutnya, yang benar adalah sebaliknya. Sebagaimana metode Imam Ramli.
Tapi ada sejumlah tumpulan catatan lain yang bisa meruntuhkan kritikan Ibn Qasim, bahkan sekaligus sebagai kritikan secara implisit terhadap metode Imam Ramli.
Mengutip Jam'ul Jawami' "Jika ada dua nukilan pendapat imam yang berbeda maka yang terakhir adalah pendapatnya. Jika tidak, baru kemudian pendapat yang disebut atau terimplisit kuat adalah pendapatnya"
Bahkan jika ke belakang lagi, metode yang dipakai Ibn Hajr itulah cara kitab-kitab mu'tamad dalam mazhab men-tarjih pendapat. Raudhah al-Thalibin dan Majmu' Syarh al-Muhazab Imam Nawawi misalnya, yang identik dengan istilah men-tarjih jadid daripada qadim.
Selain itu, ada aturan dasar dalam hal ini yakni apabila mujtahid menyebut sebuah pendapat kuat maka itu adalah kuat menurut pendangannya saat itu. Bisa saja itu akan berubah. Jika ada pendapat kedua kemudian hari maka, pendapat ini bagaikan nasikh bagi pendapat pertama.
Jadi tidak ada impack pen-tarjihan karena adanya lafad tarjih pada pendapat yang difatwa duluan. Ia tetap berlaku hukum mansukh jika terdapat fatwa baru.
Ini baru satu diantara banyaknya perbedaan antara Ibn Hajr al-Haitami dengan Imam Ramli.
Zulkarnaini Ar
Samalanga 10 Oktober 2024